Bab 60
Penjelasan Tentang Para Perupa Makhluk Bernyawa
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah
berfirman, ‘Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mencipta
seperti ciptaan-Ku, hendaknya mereka menciptakan seekor semut, atau
hendaknya mereka menciptakan biji-bijian, atau hendaknya mereka
menciptakan biji gandum’.”
(Diriwayatkan oleh al Bukhari no 7559 dan Muslim no 2111)
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia yang paling berat siksanya pada Hari Kiamat adalah orang-orang yang menyamai ciptaan Allah.”
(Diriwayatkan oleh al Bukhari no 5954 dan Muslim no 2107)
Dari Ibnu Abbas, aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Semua perupa makhluk bernyawa di neraka, untuk setiap gambar yang dia
buat akan diberi nyawa guna menyiksanya di neraka Jahannam.”
Dalam riwayat keduanya, darinya secara marfu’,
“Barangsiapa membuat gambar makhluk bernyawa di dunia, maka dia akan
dibebani untuk meniupkan ruh kepadanya, dan dia tidak akan mampu
melakukannya.”
(Diriwayatkan oleh al Bukhari no 2225 dan Muslim no 2110)
Dari Abu al Hayyaj, dia berkata,
“Ali berkata kepadaku, ‘Apakah kamu berkenan aku utus dengan misi
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengutusku dengan misi tersebut?
Janganlah kamu mebiarkan gambar makhluk bernyawa kecuali kamu harus
memusnahkannya, dan janganlah kamu membiarkan kuburann yang menonjol
kecuali kamu meratakannya.”
(Diriwayatkan oleh Muslim no 969)
Dalam
hadits-hadits di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah
menyebutkan hukum bagi perupa makhluk bernyawa, yaitu menandingi ciptaan
Allah. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hak mencipta dan memerintah
hanyalah milik Allah Ta’ala sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
“Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan
keturunannya ari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi kamu sedikit sekali
bersyukur.”
(Q.S. as Sajdah: 7-9)
Ketika perupa mebuat
bentuk seperti apa yang Allah Ta’ala ciptakan berupa manusia dan hewan,
maka dia telah menyaingi ciptaan Allah. Sedangkan apa yang dia bentuk
akan menjadi azab baginya di Hari Kiamat, dia akan dibebani untuk
meniupkan ruh padanya dan dia tidak akan mampu melakukannya. Dia
termasuk manusia yang azabnya paling berat karena dosanya termasuk dosa
yang terbesar.
Sumber: Fathul Majid, Syarah Kitab at Tauhid halaman 1185-1188
----------------------------------------------------------------------
Sedangkan
dalam sumber lain, menurut pendapat yang kuat bahwa menggambar mahluk
bernyawa dengan menghilangkan sebagian anggota badan, yang orang tidak
mungkin hidup tanpanya (seperti menghilangkan dada, perut), dengan tetap
menyisakan kepalanya termasuk di dalam larangan menggambar mahluk
bernyawa.
Ini adalah pendapat sebagian Syafi’iyyah (Lihat
Nihayatul Muhtaj 6/375, Asna Al-mathalib wa Hasyiyatuhu 3/226), dan
pendapat sebagian Hanabilah zaman sekarang (Lihat Fatawa wa Rasail
Syaikh Muhammad bin Ibrahim 1/189-190)
Diantara dalil-dalilnya:
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((أتاني
جبريل عليه السلام فقال لي أتيتك البارحة فلم يمنعني أن أكون دخلت إلا أنه
كان على الباب تماثيل وكان في البيت قرام ستر فيه تماثيل وكان في البيت
كلب فمر برأس التمثال الذي في البيت يقطع فيصير كهيئة الشجرة ومر بالستر
فليقطع فليجعل منه وسادتين منبوذتين توطآن ومر بالكلب فليخرج)) ففعل رسول
الله صلى الله عليه و سلم
“Jibril ‘alaihissalam telah
datang kepadaku seraya berkata: Aku telah datang kepadamu tadi malam,
dan tidaklah menghalangiku untuk masuk (rumah) kecuali karena ada patung
di depan pintu, ada tirai yang bergambar (mahluk hidup), dan ada anjing
di rumah. Maka hendaklah dipotong kepala patung yang ada di rumah
sehingga berbentuk pohon, dan hendaklah tirai tersebut dipotong kemudian
dijadikan dua bantal yang dijadikan sandaran, dan hendaknya anjing
tersebut dikeluarkan, kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
melakukannya.”
(HR Abu Dawud dan at Tirmidzi, dan dishahihkan Syaikh al Albany)
Di
dalam hadist ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam hanya
membolehkan keberadaan gambar mahluk bernyawa jika dilakukan salah satu
dari dua perkara, yakni dipotong kepalanya atau dihinakan (digunakan
untuk perkara-perkara yang tidak ada penghormatan di dalamnya). Bukan
dengan cara menghilangkan anggota badan lain (selain kepala) yang orang
tidak mungkin hidup tanpanya, seperti menghilangkan dada atau perut.
Berkata Syaikh Bin Baz,
((
ويستدل بالحديث المذكور أيضا على أن قطع غير الرأس من الصورة كقطع نصفها
الأسفل ونحوه لا يكفي ولا يبيح استعمالها ، ولا يزول به المانع من دخول
الملائكة ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بهتك الصور ومحوها وأخبر أنها
تمنع من دخول الملائكة إلا ما امتهن منها أو قطع رأسه ، فمن ادعى مسوغا
لبقاء الصورة في البيت غير هذين الأمرين فعليه الدليل من كتاب الله أو سنة
رسوله عليه الصلاة والسلام ))
“Hadist di atas dijadikan
dalil bahwa memotong selain kepala seperti memotong separuh badan
bagian bawah atau yang semisalnya adalah tidak cukup dan tidak boleh
menggunakannya, dan ini tetap menjadi penghalang masuknya malaikat (ke
dalam rumah), karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mengoyak gambar dan menghapusnya, dan beliau mengabarkan bahwa hal
ini menghalangi malaikat masuk rumah, kecuali gambar yang dihinakan
atau dipotong kepalanya. Maka barangsiapa yang memiliki alasan tetap
dipajangnya gambar di rumah selain kedua alasan ini maka wajib baginya
mendatangkan dalil dari kitabullah dan sunnah RasulNya.”
(Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz 4/219)
2. Hadist Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shaalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الصورة الرأس فإذا قُطِع الرأس فلا صورة
“Gambar itu kepala, jika dipotong kepala maka tidak ada gambar.”
(HR al Isma’ili di dalam Mu’jamnya, dari Ibnu ‘Abbas, dan dishahihkan Syaikh al Albany dalam ash Shahihah 4/554)
Di
dalam hadist ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjadikan ada
tidaknya kepala sebagai ukuran boleh tidaknya keberadaan gambar mahluk
bernyawa. Jika kepalanya ada maka tidak boleh, dan jika kepalanya tidak
ada maka boleh.
Jangan kita qiyaskan hal ini dengan masalah memotong kepala dan menyisakan badannya karena dua hal:
Pertama: Kepala ini adalah anggota badan yang paling utama, yang membedakan antara mahluk bernyawa dengan pohon dan benda mati.
Kedua
: Badan jika dipotong kepalanya maka akan seperti bentuk pohon,
sebagaimana dalam hadist , akan tetapi jika kepala dipotong badannya
saja maka tetap berbentuk mahluk yang bernyawa.
Berkata Syaikh Bin Baz,
ولأن
النبي صلى الله عليه وسلم أخبر أن الصورة إذا قطع رأسها كان باقيها كهيئة
الشجرة ، وذلك يدل على أن المسوغ لبقائها خروجها عن شكل ذوات الأرواح
ومشابهتها للجمادات ، والصورة إذا قطع أسفلها وبقي رأسها لم تكن بهذه
المثابة لبقاء الوجه ، ولأن في الوجه من بديع الخلقة والتصوير ما ليس في
بقية البدن ، فلا يجوز قياس غيره عليه عند من عقل عن الله ورسوله مراده .
وبذلك يتبين لطالب الحق أن تصوير الرأس وما يليه من الحيوان داخل في
التحريم والمنع؛ لأن الأحاديث الصحيحة المتقدمة تعمه
“Dan
juga Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa gambar kalau
dipotong kepalanya maka sisanya seperti bentuk pohon, ini menunjukkan
bahwa alasan kenapa diperbolehkan adalah karena dia bukan lagi berbentuk
mahluk yang bernyawa. Dan dia lebih serupa dengan mahluk mati. Dan
gambar kalau dipotong bawahnya kemudian tersisa kepalanya maka jadinya
bukan seperti itu (tidak berganti menjadi bentuk mahluk mati), dan juga
wajah ini di dalamnya ada keindahan penciptaan dan gambar yang tidak ada
di anggota badan yang lain. Maka tidak boleh anggota badan diqiyaskan
kepada kepala bagi orang yang memahami maksud Allah dan rasulNya. Dengan
demikian jelas bagi pencari kebenaran bahwa menggambar kepala mahluk
hidup adalah terlarang karena keumuman hadits-hadits yang shahih.”
(Majmu’ Fatawa Syeakh Bin Baz 4/219).
Berkata Syaikh al Albany rahimahullah,
((أن
قوله ” حتى تصير كهيئة الشجرة ” ، دليل على أن التغيير الذي يحل به
استعمال الصورة ، إنما هو الذي يأتي على معالم الصورة ، فيغيرها حتى تصير
على هيئة أخرى مباحة كالشجرة . و عليه فلا يجوز استعمال الصورة و لو كانت
بحيث لا تعيش لو كانت حية كما يقول بعض الفقهاء ، لأنها في هذه الحالة لا
تزال صورة اسما و حقيقة ، مثل الصور النصفية ، و أمثالها))
“ٍٍٍSesungguhnya
ucapan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam: “Sampai menjadi bentuk
pohon” dalil bahwasanya perubahan yang membolehkan penggunaan gambar
adalah perubahan pada tanda-tanda (yang menjadikan) gambar (itu hidup) ,
sehingga menjadi bentuk lain yang diperbolehkan seperti pohon, oleh
karenanya tidak boleh menggunakan gambar (mahluk bernyawa) meskipun dia
tidak mungkin hidup dengan cara seperti itu, karena dalam keadaan
seperti ini dia masih gambar mahluk bernyawa baik nama maupun
hakikatnya, seperti foto setengah badan dan yang semisalnya”.”
(Silsilah al Ahadist ash Shahihah 1/693)
Sumber : Blog Ustadz Abdulloh Roy http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/
----------------------------------------------------------------------
Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan emoticon (smile,
angry, wink, angel, evil, hug, kiss, dll) atau الوجوه التعبيرية
(ekspresi wajah) di sms ataupun jejaring sosial tidak diperbolehkan.
Apalagi terkadang di dalamnya ada hal yang tidak sesuai dengan adab
islami (misalnya seperti ngakak guling-guling). Ternyata... Kecanggihan
teknologi bisa menjerumuskan kita ke dalam kesyirikan, na’udzubillahi
mindzalik...
Alhamdulillah Allah telah membekali kita dengan kata-kata (dalam tulisan) untuk berekspresi mengungkapkan perasaan.
“Sesungguhnya
yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara
keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak
diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri
dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka
ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang
menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir
menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan
tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang
diharamkan-Nya.”
(HR Bukhari no 2051 dan Muslim no 1599)
“Allaahumma Innaa Na'udzu bika min an Nusyrika bika wa Anaa A'lamuhuu wa Nastaghfiruka Limaa Laa A'lamuhu.”
"Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik
(menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun
kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui."
(HR Ahmad jilid IV halaman 403 dari Abu Musa al Asy'ari. Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al Targhib wa al Tarhib jilid I halaman 121-122 no. 36)
Allahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar