Minggu, 29 April 2012

Kami berjalan sebagai prajurit

Dijalan Allah kami berjalan
Untuk meraih kebahagiaan yang menggembirakan
Alam pun menari dan bernyanyi
Lantaran do’a yang tartil
Kemenangan apakah yang aku petik..Ketika aku korbankan nyawaku..Di Jalan Allahlah menjadi manis..setiap luka ini wahai saudaraku
Kemenangan apakah yang aku petik..Ketika aku korbankan nyawaku..Di Jalan Allahlah menjadi manis..setiap luka ini wahai saudaraku
Berangkatlah meraih kemuliaan
Jangan pedulikan berbagai kesulitan
Naiklah ke puncak gunung
Dan teruslah memotong kayu bakar itu

Kami berjalan sebagai prajurit
Kami berjalan sebagai pemberani
Kami berjalan sebagai prajurit
Kami berjalan sebagai pemberani
Kami berjalan bagai prajurit menembus rasa takut
Kami berjalan tanpatakut rasa ngeri
Bumi perwira ini telah tertindas oleh penjahat
Hingga meriam kebenaran menggemakan keputusan
Hidupkanlah peperangan (serta) sujudlah kepada Allah


huh betapa bodohnya aku ini...


Terkadang suka merasa bodoh sendiri diriku ini.. apa lagi saat berkumpul bersama para pejuang pejuang yang telah istiwomah (insyaAllah).
Sedang aku, yang telah memiliki keluarga yang telah memiliki ilmu itu aku sia sia kan. Aku ini memang bodoh.. i was a foolish litlle child..

kini telah saatnya diri ini untuk menuntut ilmu.. ilmu penunjang ini. Hanya ini yang mampu ku persembahkan.

Duhai RABBY,, maka mudahkan lah segala langkah kaki ini... kuatkan diri ini dalam menghadapi berbagai ujian dari MU dan bersabar dalam menghadapi fitnah ini..

Aku hanya bisa menangis, terdiam dan berdo’a ketika aku melihat para pejuang itu dibunuh oleh manusai biadab itu, manusia keji yang tak memiliki hati itu. Anak anak kecil dan orang tua juga para Mujahid menjadi korban kekejian mereka.

Allahumman tsurlil muslimin wal mujahidin fii Afghanistan, fii iraq,, fii shomlia,, fii bosnia, fii ambon, fii poso,, fi indonesia,,

speeclest by kak aini shofi

marah pun rasa tak berarti tanpa to do something, what am ai supossed to do?
seakan, rasa marah dengan kekejian mereka pertanda bahwa masih ada iman meski kejap, meski tanpa melakukan apa-apa.
busuknya hati mereka ketika mereka melenyapkan kejahatan dengan tumbal para ikhwan. sesungguhnya PEMBUNUH itu mereka!
lihat saja ketika skenario dari sinetron mereka terus berlanjut dari cerita 2002 hingga kini sepuluh tahun mereka merobek dada para ikhwan, memainkan lentik jemari dar dor sana sini hatiku miris… adakah yang cuba berfikir makan apa anak para tertuduh nanti? siapa yang akan menanggung hidup para isteri yang ditinggalkan? ya, Alloh! kepada Alloh kuserahkan, tapi inilah penghinaan kawan! secara terang bak mentari di tengah siang! aku tanya, dimana nurani itu?????
look! setiap keborokan pemerintah tercium, para pelayan menerima perintah, DAR! DOR! hilang nyawa seakan tak bernilai kecuali 12.000 rupiah! Media berebut mengendarai opini publik, lagi-lagi… sayangnya BBM lebih menarik untuk disimak ketimbang ketakutan si bodoh
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/03/30/18467/densus-kembali-tembak-sejumlah-orang-di-tangerang-selatan/
oh… kau pikir gampang menghilangkan nyawa orang??
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/03/31/18487/temukan-buku-jihad-polisi-simpulkan-penggerebekan-di-tangsel-teroris/
dan nyanyian-nyanyian lucu lainnya mengiringi, menyelubungi kematian para syuhada’… sedang kita tidaak tau akan ketidaktahuan kita apa yang seharusnya kita tau…
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/04/14/18657/usai-shalat-jumat-dua-orang-dokter-di-bima-ditangkap-densus-88/
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/04/17/18697/terkait-penangkapan-di-bima-densus-88-tangkap-3-orang-purwakarta/
teruslah… teruslah kita nikmati kematian kawan dengan secangkir rosela diharibaan. sampai tiba giliran…
aku tidak ingin menunggu giliran… jika tidak dibunuh, maka kita membunuh… inilah perang… this is war...

Sabtu, 28 April 2012

Crazy


Lihat
Lihatlah keluar pada pohon-pohon el
ok nan rindang itu
Yang bersinar dalam jatuhan air-air langit

Lihat
Lihatlah keluar pada tanah gembur itu
Yang lembab dihantam tirta yang menggenang

Lihat
Lihatlah keluar menuju taman yang dipenuhi ilalang
Yang tak pernah katakan mengapa kita tidak perlu membagi tangisan

Sekarang, lihat
Lihatlah di luar jendela kamar seperti bekas tapak kaki yang mulai menghilang
Yang jatuh ketika hujan deras diatasnya mengelilingi
Semua itu hanya untuk melepaskan genggaman kecilmu
Pada hujan di awal musim
Yang begitu deras membanjiri peluh raga berbicara
Apakah akan pernah ada kesempatan yang berikutnya?
Seperti sebuah panggilan baru untuk bercinta pada hujan di awal musim
Yang terdengar dari luar bilik jendela kamar
Tanpa pernah katakan berpisah

Sang Penyusup dalam Gerakan Islam


SALAH SATU unsur yang barangkali perlu diperkuat bagi kalangan Islam Pergerakan adalah kewaspadaan. Hal ini penting, karena bila kurang waspada, gerakan Islam yang semula murni memperjuangkan syari’at, bisa berbelok arah tanpa terasa. Karena, ada penyusup yang larut bagai garam di dalam sayur. Belum tentu bisa terlihat, namun sudah pasti bisa dirasakan.
Kewaspadaan bukanlah kecurigaan atau berburuk sangka (su’udzon). Inilah yang sering disalahartikan. Sehingga, kurang waspada disamakan dengan berbaik sangka (husnudzon). Kewaspadaan sangat terkait dengan tingkat kecerdasan dan kehati-hatian. Semakin tinggi tingkat kecerdasan dan kehati-hatian seseorang, semakin tinggi pula tingkat kewaspadaannya. Artinya, kewaspadaan itu ada alasan-alasan rasional, berbeda dengan kecurigaan.
Pada masa-masa sebelumnya, sudah terbukti, bahwa ke dalam gerakan Islam sering hadir penyusup tanpa diundang. Misalnya, dalam kasus Jama’ah Imran di tahun 1980-an ada penyusup bernama Najamuddin. Menurut Umar Abduh dalam artikel lepasnya berjudul Kasus Jama’ah Imran 1980-1981, Najamuddin sudah disusupkan sekitar tiga bulan setelah terbentuknya Jama’ah Imran.
Najamuddin tidak sekedar menyusup tetapi membawa setumpuk dokumen yang dikatakannya dari Mabes ABRI dan CSIS. Isinya, agitasi yang saat itu belum disadari. Tidak sekedar agitasi dan provokasi, Najamuddin juga menjanjikan bisa mensuplai senjata api. Lebih jauh, ia merancang penyerangan kantor Kosekta 65 Bandung (11 Maret 1981). Akibatnya, sejumlah jama’ah Imran bin Muhammad Zein ditangkap.
Upaya pembebasan jama’ah Imran yang ditangkap aparat berkembang hingga menjadi pembajakan pesawat Garuda Indonesian Airways yang kemudian dikenal dengan Kasus Pembajakan Woyla (28 Maret 1981). Belakangan identitas Najamuddin terkuak, sehingga ia dihabisi oleh kawan-kawan Imran bin Muhammad Zein.
Sosok penyusup tidak selalu memprovokasi targetnya untuk melakukan tindakan radikal, namun bisa saja sekedar menghimpun data dan informasi, seraya terus memantau perkembangan lembaga yang disusupinya. Kemudian, melaporkan temuannya itu kepada lembaga yang menugaskannya.