Selasa, 09 Agustus 2011

Satu Langkah Menuju Perubahan

"Bete banget sih hari ini!" gerutuku dalam hati.

Pernah ngerasain hari-hari ngebetein ga? dalam hidup. Semua terasa sumpek, suntuk dan sensi terus (Lengkap deh S3-nya, hehehe). Pagi ini seharusnya menjadi hari awal kuliah pada tahun ajaran baru kali ini. Tatkala seluruh Mahasiswa bergegas menuju ke Kampus dengan semangat dan tekad yang baru, aku malah terpuruk dalam kemalasan dan kebetean. "Tanda-tanda perpanjang jatah libur nih" gumamku sejenak.



"Kring…kring…kring" bunyi handphone berdering.
"Alo, Min dah? " tanyaku membuka.
"Ana Abduh, zamilak fil Gami'ah, mutafakkir wala la ah!".
" Aiwa, izzayyak ya Abdu?"
"Alhamdulillah tamam, inta ha tihdhar wala la nahar dah? Ana mustaninak fil Gami'ah"
" InsayaAllah, ha aruh dil wa'ti ".

Nama aslinya Abdullah, menurut kebiasaan orang Mesir, setiap nama yang dimulai dengan Abdu selalu dipanggil Abduh, Sepeti Abdullah, Abdurahman, Abdulkarim dan lain-lain. Abduh selalu mengajak saya pergi ke kampus pada awal-awal kuliah. Ia Blasteran Indonesia, Ayahnya Mesir sedangkan Ibunya asli orang Betawi. Sejak lahir hingga besar ia tidak pernah menginjakkan kakinya di tanah air Indonesia. Tak heran ia sangat ramah pada Mahasiswa asal Indonesia di Mesir (baca: Masisir) khususnya pelajar Betawi. Mungkin karena darah-darah ibunya masih mengalir dalam dirinya.

Setelah kuliah Abduh mengajakku mampir ke Flatnya. Ia tinggal tepat di belakang Kampus. Ia terpaksa mengontrak, karena keluarganya tinggal di Aswan (Daerah selatan Mesir dan berbatasan dengan Sudan). Sebelumnya ia membeli dua bungkus Shipsi dan satu liter Pepsi serta jatah makan siang untuk lima orang temannya di Flat. Mereka memang tinggal berenam disana. Semuanya orang Indonesia.
..."Jadikan perjuanganmu hari ini seperti hari terakhirmu di Negri Kinanah ini!"...
Rupanya Flat sedang kosong. Hanya ada Wawan yang sedang istirahat. Kulihat dipintu kamarnya sebuah kertas lusuh bertulis "Jadikan perjuanganmu hari ini seperti hari terakhirmu di Negri Kinanah ini!". Sebuah nasehat pembakar semangat untuk para pejuang di Ardul Anbiya ini.
..."Ga mudah untuk sampai di Mesir, butuh banyak PENGORBANAN. Ayo berjuang, semua menunggumu"...

Abduh menyimpan pepsi di kulkas agar terasa lebih segar ketika kita minum nanti. Pandanganku tertuju pada sebuah kertas di depannya. Perlahan ku baca kata-kata berwarna biru itu, "Ga mudah untuk sampai di Mesir, butuh banyak PENGORBANAN. Ayo berjuang, semua menunggumu". Kalimat ini bak pecut dalam perjuanganku, membuat malas dalam diri ini lari tunggang-langgang. Sungguh flat yang diisi orang-orang bersemangat.

Teringat sejenak kesibukan teman-teman satu flatku. Fernando (temanku dari Flores) sedang asyik bercahting ria dengan laptop barunya sambil mendengarkan lagu Mesir yang dinyayikan para penyanyi favorit mereka, Nancy Agram, Amr Dayyab, dan Sherin Ahmad. Disampingnya terlihat Ical (nama aslinya Haikal) yang sedang tidur dengan lelapnya sehabis begadang semalaman menonton pertandingan sepak bola. Di pojok si Herman sedang asyik bermain poker dengan beberapa teman sedaerahnya dari Maluku. Pesan singkat di depan kulkas itu mengingatkanku, bagaimana susahnya perjuangan menuju Kota Seribu Menara ini. Belum lagi, berapa banyak pengorbanan yang harus kupertaruhkan demi meraih maksud mulia ini. Alangkah sayangnya kalau hanya dihabiskan dengan hal-hal yang kurang manfaat.
..."Ingat tujuanmu ke Mesir! Jangan disia-siakan kesempatan. Banyak yang titip asa lho. Ga semua orang bisa kesini. Jangan kecewakan orang-orang yang telah berkorban untukmu."...

Tiba-tiba Abduh mengajakku ke kamarnya. Flat dan kamar mereka sangat bersih dan nyaman. Berbeda dengan kamarku yang berantakan dan penuh puntung rokok. Kamipun mulai bercanda dan melepas rindu sesudah empat bulan tidak bertemu, karena libur musim panas. Sambil bersandar obrolanpun semakin seru, apalagi ditemani Shipsi. Tak sengaja mataku menatap ke pinggir lemari baju. Kembali kutemukan tulisan unik, "Ingat tujuanmu ke Mesir! Jangan disia-siakan kesempatan. Banyak yang titip asa lho. Ga semua orang bisa kesini. Jangan kecewakan orang-orang yang telah berkorban untukmu." Kalimat yang hanya tertulis diatas kertas bekas ini ternyata mengingatkan tujuan awalku. Betapa dosanya diri ini karena telah lalai dan lupa akan tujuan pokokku di Bumi Kinanah ini.

Pikiranku kembali terbang ke Flatku. Terbayang bagaimana aku pernah lalai bersama Si Bonex julukan bagi are-are Suroboyo (dia temanku asal Surabaya) ketika menghabiskan waktunya hanya untuk menonton film serial Mandarin. Sebuah film yang bercerita tentang sejarah Zang Whu Jhi dengan berbagai perguruan beladiri di negeri Cina. Ditambah lagi virus PS (Play Station) sedang merebak di sekitar Flatku karena seorang temanku membeli komputer baru. Tak bisa dielakkan lagi, turnamen PS-pun terus bergulir. Mengingat ini semua kuhanya dapat mengelus dada, sudah berapa banyak waktuku terbuang sia-sia. Padahal kalau dipikir sekarang aku sedang dalam posisi terbaik, usia emas, kesempatan emas, tempat emas, dan status emas (hehehe). Apalagi yang harus dipusingkan selain tugas untuk terus berpacu dan belajar.

Tak terasa, Flat kini mulai ramai. Ternyata para penghuninya telah berkumpul semua. Makan sore adalah motif utama mereka. Akhirnya kami menuju Shalah untuk menikmati Kusyari . Indahnya kebersamaan. Walau berasal dari daerah dan latar belakang yang berbeda tetapi mereka terlihat rukun. Posisiku tepat mengarah pintu masuk. Lagi-lagi kutemukan coretan hitam di balik pintu, "Satu langkah menuju perubahan". Tak tahu apa maksud tulisan itu sebenarnya. Kuhanya menangkap dua point. Pertama, perubahan besar tidak akan terwujud tanpa adanya semangat dan hentakan pertama. Oleh karenanya, langkah pertama sangatlah menentukan. Kedua, Flat hanya sebagai fasilitas. Faktor sukses sebenarnya terdapat pada diri kita. Seandainya flat bukanlah tempat yang kondusif untuk belajar maka keluarlah dan nikmatilah luasnya bumi Cairo ini. Apalagi kita tahu bahwa Mesir mempunyai para Ulama yang sangat kompeten, yang ilmunya mungkin tak dapat kita serap kalau hanya mendekam di kamar.

Sambil terus menikmati Kusyari kuterus berfikir. Cairo memang sangat menuntut kedewasaan kita. Kalau bukan kita yang merubah diri ini lalu siapa lagi?. Suatu saat, mugkin kita sering merasa malas, bete dan Bad Mood, barangkali dinding-dinding itu dapat menjadi solusi untuk memberi sedikit pencerahan bagi kita. Ia seakan tak pernah bosan untuk terus memompa semangat atau menegur kala kita lalai. Bagaimanapun caranya yang jelas banyak cara menuju pelaminan eh kesuksesan deh.. hehehehe .. Syiddu Hilak Ya Ikhwana…
Allahu wa RasuluHu 'alam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar